Fenomena yang acapkali terjadi di dunia ini adalah sering terjadi ketika anak-anak mulai tumbuh dewasa, sudah mandiri, dan apalagi
sudah punya mata pencaharian sendiri, kaya-raya, mulai berkurang, atau
bahkan tidak lagi punya rasa hormat dan rasa menghargai orangtuanya.
Semakin uzur dan lemah orangtuanya, kecenderungan itu semakin menguat.
Ayah, maupun ibu yang sudah lemah karena usianya, apalagi sakit-sakitan, dirasakan sebagai suatu beban yang mengganggu (kenikmatan) kehidupannya. Sehingga rasa jengkel kerap menghinggapi emosi si anak ketika berhubungan dengan ayah/ibunya.
Maka,
perlakuan tak pantas dari sang anak kepada orangtuanya, seperti
berbicara kasar, membentak, bahkan memarahi ayah/ibunya sering terjadi
di banyak keluarga. Kalau ayah/ibunya bertanya sesuatu, sering tidak
dianggap, atau dijawab dengan nada tinggi, dikatai cerewet, dan
sebagainya. Orangtuanya hanya bisa diam tak berdaya, menyimpan rasa
sesak di dalam dadanya. Lebih parah lagi kalau orangtuanya
malah disingkirkan dari rumahnya dengan ditempatkan di panti werda,
padahal dia mampu merawatnya, baik sendiri, maupun menyewa suster khusus
lanjut usia.
Si anak seolah-olah sudah melupakan semua jerih-payah dan pengorbanan ayah/ibunya sejak dia dilahirkan sampai menjadi seperti (sukses) sekarang. Semua
itu seolah-olah tidak ada harganya sama sekali, dengan alasan sinis
seperti “itu ‘kan memang kewajiban orangtua terhadap anaknya?” Dia lupa, suatu ketika pasti kalau umurnya panjang dia juga akan mengalami hari-hari uzur seperti kedua orangtuanya itu. Apalagi kalau sakit-sakitan juga. Bagaimana, jika anak-anaknya kelak memperlakukan dia seperti dia memperlakukan orangtuanya sekarang.
Latar
belakang anak yang sedemikian tak menghormati lagi orangtuanya itu
bermacam-macam. Faktor-faktor psikologisnya itu terutama cara mengasuh
dan mendidik anaknya yang salah ketika dia masih kecil sampai remaja.
Terlalu memanjakan anak, atau terlalu otoriter terhadap anak, berpotensi
besar menanamkan rasa tak hormat si anak kepada orangtuanya, yang
memanjakannya, atau rasa dendam si anak kepada orangtuanya yang
otoriter. Yang secara sadar, atau tidak, akan diekspresikan kepada
orangtuanya ketika dia sudah dewasa, dalam wujud sikap-sikap yang
(sangat) tidak pantas. Ada juga penyebabnya yang datang dari karakter si
anak sendiri, yang terpengaruh dari lingkungan pergaulannya ketika
masih kecil, remaja, maupun dewasa, termasuk lingkungan kerjanya.
Saya
pernah menyaksikan seorang ABG perempuan yang berbicara sangat tidak
pantas dengan ayahnya di telepon. Dari percakapan di telepon itu, saya
mengambilkan kesimpulan bahwa rupanya si ayah baru selesai menjalani
opname di sebuah rumah sakit, sedangkan dia belum bisa meninggalkan
rumah sakit itu, karena belum melunasi pembayarannya dan belum ada yang
menjemputnya.
Anak ABG perempuan itu
— kalau saya tidak salah ingat, di sebuah mall — berbicara dengan nada
tinggi dengan kata-kata yang sangat tidak pantas dengan ayahnya, yang
kira-kira begini, “Papa, kan sudah bisa jalan sendiri?! Di lobi rumah sakit itu kan ada ATM?! Papa ambil uang saja di sana, terus bayar. Di halaman rumah sakit juga ada banyak taksi, kok!”
Saya
terperangah dan hampir tidak bisa mempercayai pendengaran saya sendiri.
Saya memandang wajah anak itu. Terlihat merengut dan kelihatan
culasnya.
Rata-rata
manusia yang sudah sangat lanjut usianya akan kembali berperilaku
seperti anak-anak, yang jika mengikuti perasaan hati kita memang terasa
menjengkelkan. Tetapi, kita harus menghapus perasaan negatif tersebut,
dengan menanam pengertian di hati kita bahwa memang demikianlah setiap
manusia kalau sudah sangat lanjut usianya, dan terpenting beliau adalah
orangtua kita sendiri. Dengan dasar ini kita kemudian harus bisa
bersikap tenang, kalem dan sabar menghadapinya, dan sedapat mungkin
membuatnya merasa senang dan bahagia ketika berada di dekat kita.
Kita
juga pasti akan merasa tenteram di hati, ketika kelak orangtua kita itu
meninggal dunia dalam keadaan yang berbahagia karena telah menikmati
kehidupan yang indah bersama kita, anak-anaknya, di hari-hari
terakhirnya. Apalah artinya kuburan mewah, atau bahkan super mewah buat
sang orangtua, kalau semasa hidupnya kita malah tidak menghargainya,
tidak menghormatinya, berperilaku tak pantas kepadanya?
Hakikat anak yang harus menghormati dan menghargai ayah dan ibunya. Jaman sekarang memang banyak anak yang tumbuh
dewasa dengan melewati proses pola asuh yang salah, seperti dimanja atau
karena orangtuanya yang otoriter, sehingga menyimpan dendam dan ada
rasa benci kepada orangtuanya sendiri. Tetapi, apakah pantas alasan ini
kemudian dipakai untuk bersikap kasar, tidak pantas kepada orangtuanya
itu. Apakah dendam itu harus dilampiaskan? Kenapa tidak dihentikan
sampai kepada dia saja, dengan berusaha melupakan masa lalu, memaafkan
orangtuanya, dan hanya mengenang hal-hal positif dari mereka, sehingga
tumbuh rasa respek dan cinta kepada mereka.
Sedangkan
kepada anak-anak yang tumbuh dewasa dalam keluarga yang harmonis,
orangtua yang demokrat, yang senantiasa mencurahkan perhatian dan cinta
kasihnya kepada si anak, tentu sangat keterlaluan kalau si anak kemudian
setelah tumbuh dewasa membalasnya dengan bersikap kasar/tidak pantas
kepada orangtuanya. Tidak sedikit orang yang seperti ini, apalagi ketika
dia merasa diri paling hebat, paling pintar, paling sukses melebihi
siapa saja, termasuk orangtuanya.
Video klip berupa sebuah fragmen yang mengisahkan hubungan
antara seorang pemuda dengan ayahnya yang sudah uzur.Saya
sangat terkesan dan merasa terharu setelah video tersebut. Meskipun
durasinya hanya 5 menit lebih, meninggalkan kesan dan pesan filosofi
yang sangat dalam mengenai makna hakiki cinta-kasih dan rasa hormat
seorang anak kepada orangtuanya.
Oleh
karena itu saya menulis artikel pendek ini, dan menyertakan video
dimaksud di sini, untuk dijadikan bahan renungan bagi kita semua.
Terutama bagi kita yang orangtuanya, baik ayah, maupun ibu yang masih
hidup. Silakan disimak, dan berilah komentar anda: http://www.youtube.com/watch?v=U08lAYIdZlE&feature=player_embedded
Tidak ada komentar:
Posting Komentar